Monday, 24 June 2013
Pada
mulanya, Baubau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal
abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Nasional karena
telah tercatat dalam naskah Negara Kertagama Karya Prapanca pada Tahun 1365
Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau
tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta
saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton
untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana
(si empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber
lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke
– 13.
Buton
sebagai negeri tujuan kelompok Mia Patamiana mereka mulai membangun
perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau –
Bau) serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo
(Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang
masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan
Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga
bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain
empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan
kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa
Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk
kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita
bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi
Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang
bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).
Dalam
periodisasi sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa
Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan
diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa
Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu
derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat
Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama
Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan
dilantiknya Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum
Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai
Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.
Masa
pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang Politik
Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin
hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe dan Muna. Demikian
juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar dengan menggunakan uang yang
disebut Kampua (terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang kemudian
ditenun secara tradisional menjadi kain). Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan
juga terjadi perkembangan diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik
dan pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton
yaitu “Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan
perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya Sistem
Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah Kecil).
Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara digogoli (leher dililit dengan tali sampai meninggal). Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).
Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara digogoli (leher dililit dengan tali sampai meninggal). Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).
Bidang
Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dengan
falsafah perjuangan yaitu :
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo”
(Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu”
(Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara”
(Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)
“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama”
(Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)
Disamping itu juga dibentuk sistem
pertahanan berlapis yaitu empat Barata (Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa),
empat matana sorumba (Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka) serta empat
orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan). Selain bentuk pertahanan tersebut
maka oleh pemerintah kesultanan, juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu
pertahanan dalam rangka melindungi keutuhan masyarakat dan pemerintah dari
segala gangguan dan ancaman. Kejayaan masa Kerajaan/Kesultanan Buton (sejak
berdiri tahun 1332 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun lamanya
telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat gemilang, sampai saat
ini masih dapat kita saksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi.
Wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan kota
yaitu : Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana
dan Kota Bau – Bau (terdapat Keraton Kesultanan Buton).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Peduli Syam
Kunjungi Ane di Facebook
Popular Posts
Blog Archive
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment