Catatan Perjalanan Hidup Seorang Pemuda Muslim

Saturday, 27 December 2014

On 05:14 by Unknown in    No comments



Perjalanan panjang ini terus menyesakkan, seolah menjadi permadani yang terus bergelombang menyertai setiap frekuensi nafas. Kesunyian itu belum menjawab semua tantangan yang terlintaskan secara sengaja di mindset dulu. 

Ketika melangkah beranjak dari kampung halaman, gambaran visi terlintas di pikiran, akan bagaimana rasanya hidup dirantau, dan pasti akan lebih rumit dari masa-masa hormat bendera.

Bidak-bidak tidak begitu mudah untuk digerakkan, bahkan butuh lompatan kuda untuk menggempur pertahanannya. Itulah gambaran sulitnya berada pada kawasan transisi, antara kehidupan anak sekolahan ke pintu seorang mahasiswa.

Ketika mereka sibuk meneropong shortcut-shortcut itu, penglihatan kembali mempertanyakan visiku. Jika shortcut yang mereka pilih dapat meringankan langkah mereka untuk mencapai hidup bahagia dan menghilangkan beban orang tua, langkahku masih teguh sebagai seorang mahasiswa.

Ketika bidak pertama kugencarkan, sebuah temuan baru yang luar biasa melintas didepanku. Betul kata senior, kehidupan kampus merupakan sebuah miniatur kehidupan. Segala tipikal manusia ada didalamnya, mulai orang baik, sedang maupun jahat. Jika engkau ingin menjadi orang baik maka banyak lorong-lorong kebaikan yang ingin disalami, dan jika menginginkan alam hitam, maka seperti meniup angin, .....
..sim salabim ..
... akan datang mengagetkanmu.

Kehidupan rantauan seorang mahasiswa memang menyemarakkan segala kekuatan mulai lahir sampai batin, mulai bersama saat-saat kelaparan karena terlambat kiriman, sampai pada canda tawa sesama manusia berstatus mahasiswa yang menjadi selir pengganti ramainya ruang keluarga di kampung halaman.

Maka saksikanlah, aku seorang mahasiswa. Masa 1/5 dekade ini telah menggerogoti bayangan naluriku. Disiplin, tanggung jawab, berjiwa besar, sabar, amanah, dan jurus-jurus lainnya, yang dulu hanya dipelajari di mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, kini bergiliran mengeroyokiku seakan tak peduli pada tubuh kurusku yang mungil.

Menjadi mahasiswa “kupu-kupu” menolak keinginan peluncurku, karena hal itu belum menjawab visi yang terlontar sesaat setelah menerima ijazah kemarin. Karena kuliah bukan sekedar datang pagi dan menonton mantera-mantera sulap dosen, namun banyak taman-taman ilmu yang harus direbut, mulia taman pendewasaan sampai taman penistaan.
Negara ini telah merasakan kegagahan mahasiswa, ketika sang diktator terus memuaskan diri dan mempertahankan singgasananya, ketika sang diktator itu begitu berang, namun dia tak berkutik ditangan seorang manusia yang berstatus mahasiswa. yah mungkin karena takut atau semcamnya...

Dinamika-dinamika ini tidak akan terlupakan, ketika engkau malu berlabuh di kampung halaman karena nilai bulan sabit, disitulah jiwa jujur dan jiwa besar nongol dipermukaan. Ketika pengumpulan tugas seakan-akan telah sampai di ujung tenggorokan, maka taktik “Mencari Pembenaran” adalah jalannya. Dan ketika nyawa hampir terlepas karena meluasnya area saku celana dan semakin ringannya dompet, dan ketika bibirmu tersenyum karena sepatah kata embun penyegar jiwa dari orang tua melalui pesawat kecil bernama handphone, maka jiwamu akan tersentak akan keluarbiasaannya.

Selamat kepada anda yang telah mencapai shortcut-nya. Jangan mengira bahwa menjadi mahasiswa itu membuang-buang waktu dan membuang-buang tumpukan kertas berharga orang tua, namun disinilah persiapan menuju kehidupan yang sesungguhnya didapatkan. 

Disinilah jiwa “LAKI” terjawab, 

Disinilah sarang-sarang kemandirian didapatkan,

Disinilah jiwa-jiwa yang lemah diuji,

Disinilah mental tisumu tergilas,

Dan..

Disinilah timbunan pengalaman berserakkan,,

0 comments:

Post a Comment