Catatan Perjalanan Hidup Seorang Pemuda Muslim

Friday 15 July 2016

On 08:50 by Unknown in    No comments


Pemandangan siang ini begitu indah. Ditemani cincin giok temuan dari jamaah masjid yang tertinggal, mencoba melempar pandangan kearah jam 12 sambil mencoba menjelajah internet. Jaringannya laload kawan, sehingga pandanganku kembali terlempar ke penjuru sana.
Berjalan segerombolan laskar hitam putih dengan langkah gontai dan penuh canda. Para calon wisudawan rantauan ternyata. Akhir-akhir ini, telingaku digaungi oleh suara-suara mereka, kawan-kawan seleting yang baru saja menyelesaikan studinya, dan dekatlah waktunya mereka memakai topi lebar berbentuk aneh dikepala mereka, oh iya ada ekornya juga.
Sebenarnya jiwaku gusar dikarenakan peristiwa kemarin ketika pulang kampung merayakan idul fitri. Dimana dan kemana, selalu ada pertanyaan itu, kapan selesai dan sebagainya. Kembali dalam jiwa perenunganku, aku mencoba merenung dan menghibur diri. Maka lahirlah tulisan ini.
Catatan kita berbeda kawan. 
Kapan engkau dilahirkan, tempatnya dimana. Berapa usiamu, berapa total rezeki, kapan menikah, sampai kapan studi perguruan tinggimu selesai, semuanya telah tertulis dilauhul mahfuz berjuta-juta tahun sebelum dunia ini diciptakan. Itulah akidah kita sebagai muslim yang moderat..
Tentu, semua kita memiliki catatan yang tidak mungkin sama kawan.
Waktu lahirmu, tempat lahirmu, kapan kau mati dan waktu wisuda kita juga tentu tidak dapat direkayasa, semua telah terjewantahkan dalam kitab itu.
Maka bukan sebuah pembenaran jika aku mengatakan, bagimu catatanmu dan bagiku catatanku.
Tapi, ada satu catatan yang sangat penting dan akan membunuh semua orang jika mau mengingatnya. Catan yang lebih utama mengisi kepala kita dibanding catatan-catatan yang telah saya sebutkan didepan. Yang seharusnya catatan ini meledakkan kepala-kepala mereka yang sekuler dan apatis, menganggap hidupnya aman dan damai-damai saja tidak akan dipertanggungjawabkan. Catatan yang seharusnya membuat wajah para laskar hitam putih itu menahan senyumannya, catatan yang sangat penting dibanding makanan yang akan mengisi perut-perut kita. Dialah catatan akhir perbendaharaan amalan kita didunia, apakah kitau akan menikmati sejuknya berenang-renang diapi neraka, ataukah catatan yang menetapkan kita duduk bercanda mesra bersama para bidadari surga. Catatan inilah yang menutup usiamu yang sangat singkat didunia ini, menuju kehidupan kekal tanpa penghujung, kampung akhirat.
Maukah senyum kecutmu yang fana itu melemparkanmu jauh dari senyuman keabadian bersama para bidadari? Tentu tidak, aku sudah tahu jawabannya. Namun namanya juga manusia, yang selalu dikotori telinganya oleh syaithan-syaithan laknatulah alaih, selalu membuat kepala ini tahu tapi pura-pura tidak tahu. Kita yakin akan mati, tapi tidak pernah bertindak untuk mempersiapkannya. Kita yakin akan kesurga atau ke neraka, tapi alur kehidupan kita datar-datar saja. Terkadang saya berhayal, ketika semua manusia asik beraktivitas disiang hari ditengah terik, tiba-tiba langit terbelah dan menayangkan kasat mata surga dan neraka, barulah semua kepala manusia melotot dan terbelalak kemudian dari awalnya pura-pura tidak tahu menjadi tahu.
Ya Rabb, kondisiku pada detik menulis tulisan ini begitu indah, kurasakan keimanan walaupun sedikit saja, namun istiqomahkan hamba seperti pada detik ini, senantiasa mengingatMu dan akhiratMu.
Ya Muqalibal qulub, tsabit qalbi ala diynik.
Mengakhiri tulisan ini, ada sedikit pencerahan...
Untukmu wahai laskar hitam putih, selamat berjuang, pintu kehidupan yang lebih terjal akan meyalamimu, jangan sampai idealismemu yang coba kau bangun selama 4 tahu tersobek-seobek seperti kertas tisu basa dialam sana, dan buktikan bahwa selembar kertas ijazahmu mampu memasukanmu kepada kehidupan abadi yang membahagiakan. 
Untukmu yang seperasaan denganku, tetap berjalan dan nikmatilah perjalananmu. Catatan mereka berbeda dengan catatanmu. Jika belum tiba waktunya, maka lampaui mereka dengan pengalaman-pengalaman yang masih tersedia dikampusmu, yang mungkin rezekimulah disitu sehingga engkau belum sampai pada laskar itu. 
Pada akhirnya, untukmu berdua, ingatlah satu catatan yang telah saya singgung sebelumnya, catatan yang akan menjadikanmu atlit perenang ataukah raja berselir. 
Bagimu catatanmu dan bagiku catatanku.

Abu Uways Al-Waliyyi
Serambi Masjid Ulil Albab UNM,
Makassar, 10 syawal 1437 H
Selesai pada pukul 14.22.

0 comments:

Post a Comment