Catatan Perjalanan Hidup Seorang Pemuda Muslim

Monday 24 June 2013

On 17:12 by Unknown in ,    No comments
HALAMAN PENGESAHAN


            Laporan Lengkap Praktikum Biologi Dasar dengan judul “Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Organisme” di susun oleh :    
            Nama               : Rustam Hafid
            N I M              : 1212041011
            Kelas               : A (Pendidikan Fisika)
            Kelompok       : II (Dua)
telah diperiksa dan dikonsultasikan kepada Asisten dan Koordinator Asisten, maka dinyatakan diterima.
                                   
                                                                                    Makassar,  Januari 2013

            Koordinator Asisten                                                   Asisten           


           (Syamsu Rijal, S.Pd)                                            (Ulil Ardi Syahdan)
                                                                                NIM: 101404050


Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab


(Dr. Ir. Muh. Junda, M.Si)
NIP: 19621108 199103 1 002




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang  
Makhluk hidup selalu mengalami dinamika selama proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dinamika tersebut merupakan hal urgen yang harus dialami oleh makhluk hidup agar tetap hidup dan berkembang biak. Dalam aktivitas makhluk hidup, diperlukan lingkungan sebagai wadah beraktivitasnya. Lingkungan ini disebut dengan nama habitat. Variasi lingkungan menimbulkan masalah yang berbeda bagi hewan dan tumbuhan. Bila hewan didapatkan pada habitat yang berbeda, tumbuhan dengan beberapa pengecualian, bila mereka hidup disuatu tempat maka mereka harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Habitat makhluk hidup memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi kebiasaan makhluk hidup termasuk salah satunya adalah suhu.
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme.
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses fisiologi. Dalam batas-batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan.  
Berdasarkan latar belakang tersebut, sehingga diadakannya praktikum ini untuk menyelidiki pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme khusunya pada kecepatan penggunaan oksigen dengan melakukan pengamatan pada aktivitas ikan mas koki.
B.  Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.
C. Manfaat Praktikum
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa telah mampu mengetahui pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku organism dan mampu membandingkan kecepatan penggunaan oksigen pada suhu yang berbeda.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
          Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme, baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme. Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi yaitu, “Hukum Toleransi Shelford”. Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan menggunakan respirometer sederhana (Tim Penyusun, 2012).
          Suhu itu sendiri merupakan ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C.  Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik (Anonim, 2012).
                   Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses fisiologi. Dalam batas-batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkunagan. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang diisebabkan oleh peningkatan suhu 10o C. secara umum,peningkatan suhu tubueh hewan 10o C, menyebabkan kecepatan konsumsi oksigen antara harga satu dan dua, dan menjadi setengahnya. Bila kecepatannya dua kali, maka Q10 = 2, bila kecepatannya tiga kali, maka Q10 = 3 dan seterusnya. Istilah ini bukan hanya untuk konsumsi oksigen saja, tetapi untuk semua proses yang dipengaruhi oleh suhu (Soewolo, 2003).
Pengaruh lingkungan terhadap organisme dapat dibedakan kepada 4 kategori, yaitu Lethal factor, yaitu faktor lingkungan yang merusak sistem integrasi dari suatu organisme dan dapat menyebabkan kematian, Controlling factor, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas molekuler pada mata rantai metabolisme, Masking factor, yaitu faktor lingkungan yang merubah atau menghambat bekerjanya faktor lain, Derectve factor, yaitu faktor lingkungan yang menyebabkan gerakan atau terganggunya aktivitas suatu organisme. Insang terdapat pada vertebrata akuatik murni (kelompok Pisces dan Larva Amphibia). Ada 2 macam insang yaitu insang externa dan insang interna. Insang externa umumnya bersifat sementara dan nantinya menghilang untuk diganti paru-paru (pada amphibia), atau diganti insang interna. Struktur insang luar ini, seperti filamen atau bulu dan bercabang-cabang seperti pohon, berjumlah sepasang dan umumnya terletak di kanan kiri pangkal kepala (Anonim, 2012).
          Metabolisme sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal hewan. Sebagai contoh, laju respirasi selluler meningkat seiring peningkatan suhu sampai titik tertentu dan kemudian menurung saat suhu itu mulai cukup tinggi sehingga mulai mendenaturasi enzim. Sifat-sifat membran juga berubah seiring dengan perubahan suhu. Meskipun spesies hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu yang berbeda-beda, setiap hewan memunyai kisaran suhu yang optimum. Di dalam kisaran tersebut, banyak hewan mempertahankan suhu internal yang meskipun suhu eksternalnya berflukturasi. Termoregulasi merupakan pemeliharaan suhu tubuh di dalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Untuk memahami permasalahan itu dan mekanisme pengaturan suhu, pertama-tama kita perlu membahas pertukaran panas antara organisme dan lingkungannya (Campbell, 2004).
        Bagian pusat tubuh adalah ruang yang memiliki suhu yang dijaga tetap sekitar 37o C. mengelilingi pusat tubuh adalah lapisan kulit dimana terjadi pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan luar. Dalalm usaha memelihara konstanta suhu pusat tubuh, kapasitas insulatif dan suhu kulit dapat di atur ke berbagai gradien suhu antara kulit dan liingkungan ekstenal, dengan cara demikian mempengaruhi tingkat kehilangan panas (Soewolo, 2003).



             
                      








BAB III
METODE PRAKTIKUM


A. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal             :    Kamis/27 Desember 2012
Waktu                       :    Pukul 07.30 s.d 09.10 WITA
Tempat                     :    Laboratorium Biologi lantai III sebelah barat, Jurusan Biologi FMIPA UNM.
B.   Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Termometer batang, 1 buah
b.      Stopwatch/jam tangan
c.       Becker glass 1000 ml 3 buah
2.      Bahan
a.         Ikan mas koki (Cyprinus carpio) 3 ekor
b.        Es batu
c.         Air kran
d.        Air panas
C.       Prosedur Kerja
1.      Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass (A)  yang berisi air panas (38oC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menir.
2.      mengambil 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (B) yang berisi air dingin (16oC) 800 mL. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
3.      Kemudian 1 ekor ikan mas koki dan memasukkan ke dalam becker glass (C) yang berisi air kran (27oC) 800 mL. Hitung dan catat frekuensi gerakan (buka-tutup) Operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
4.      Mencatat hasil pengamatan dalam tabel.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil Pengamatan
Becker Glass/
Suhu Awal Air
         Waktu (menit ke …. )
Rata-Rata
1
2
3
4
5
(A)
380C

100

106

90

100

90

(B)
160C

59

36

40

48

44

(C)
270C

66

62

77

88

97


B. Analisis Data
Kecepatan rata-rata menutup atau membuka Operculum
1.      Becker glass A
= 97,2 kali/menit
2.      Becker glass B
                         = 45,4 kali/menit
3.      Becker glass C
                         = 78 kali/menit




C.  Pembahasan
1. Becker Glass A (air panas 38 )
          Laju gerakan operculum ikan pada kondisi ini sedikit lebih cepat dari pada laju gerakan operculum pada saat ikan ditempatkan pada air dingin dan air keran. Secara teori, laju operculum yang lebih cepat ini disebabkan karena pada air dengan suhu yang tinggi, kandungan oksigen terlarut sangat rendah sehingga untuk mencukupi kebutuhan oksigen didalam tubuh, ikan mas harus mempercepat gerakan membuka dan menutup operculumnya untuk mengambil oksigen dengan lebih cepat. Hal ini juga menunjukkan bahwa.bila suhu meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar.
2. Becker Glass B (air dingin 16 )
                      Laju operculum pada kondisi ini lebih lambat dari pada laju gerakan operculum pada suhu panas, hal ini disebabkan karena pada suhu yang rendah, kandungan oksigen yang terlarut sangat tinggi sehingga ikan mas tidak perlu mempercepat laju gerakan operculumnya untuk mencukupi kebutuhan oksigenya karena jumlah oksigen cukup berlimpah di lingkungan. Gerakan operculum adalah indikator respirasi dari ikan sedangkan suhu adalah  faktor pembatas kehidupan ikan. Jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup operculumnya. Pada peristiwa temperatur dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperatur, maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan O menurun, sehingga gerakannya melambat. Penurun O juga dapat menyebabkan kelarutan O di lingkungannya meningkat. Dalam tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1° dibandingkan temperature linkungannya (Nikolsky, 1927).

3. Becker Glass C (air kran 27 )
Laju operculum pada kondisi ini adalah laju yang asli pada ikan mas di habitatnya yang asli dengan kandungan oksigen yang sesuai dengan kebutuhan ikan mas, sehingga ikan tidak perlu mempercepat atau memperlambat gerakan operculum untuk mencukupi kebutuhan oksigen didalam tubuhnya. Frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi lebih sering pada setiap kenaikan suhu, serta penurunan suhu dari suhu kamar hingga suhu dibawah kamar (25 C – 23 C) semakin sering ikan itu membuka serta menutup operculumnya.




















BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Ikan, suhu yang tinggi menurunkan kelarutan gas oksigen dalam air sedangkan suhu yang rendah menaikkan kelarutan gas oksigen dalam air.  Setiap jenis ikan memiliki kisaran toleransi suhu air yang berbeda. Ikan Mas Koki umumnya dapat bertahan hidup secara normal pada suhu 25 C-30 C.  Gerakan operkulum merupakan indikator laju respirasi dan kadar oksigen terlarut dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar oksigen dalam air. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan. 
B. Saran
1.    Untuk praktikan hati-hati selama memperlakukan ikan yang akan diamati, karena kesalahan dapat menyebabkan gangguan pada fisik ikan yang akan mengganggu pengamatan.
2.    Untuk asisten agar kiranya memberikan arahan dan batasan yang jelas dalam setiap kegiatan praktikum demi meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh praktikan selama praktikum berlangsung.
3.    Untuk Laboratorium sebaiknya alat-alat yang disediakan diperhatikan, sehingga praktikan tidak menggunakan alat yang kurang baik, khususnya keutuhan thermometer yang akan digunakan untuk mengukur suhu air.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Suhu dan organisme. http://kuspointer.com. Diakses pada tanggal 29 Desember 2012. Makassar

Campbell, Neil A dkk. 2004. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Penyusun, Tim. 2012. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Universitas Negeri Makassar

Soewolo dkk. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Indonesia




















LAMPIRAN I
A.      Pertanyaan
1.      Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan operculum ikan pada suhu air yang berbeda?
2.      Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi?
3.      Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum terendah?
4.      Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan berdasarkan suhu air?
B.       Jawaban
1.    Karena semakin tinggi suhu, maka frekuensi gerakan operculum juga akan besar sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan dengan temperatur yang tinggi, juga pada suhu yang rendah gerakan operculum juga kecil atau sedikit karena suhu rendah menyebabkan aktivitas ikan mas koki juga rendah sehingga gerakan operculumnya juga lambat.
2.    Suhu panas yakni 38 C.
3.    Suhu dingin yakni 16 C.
4.    Karena gerakan operkulum merupakan indikator laju respirasi dan kadar oksigen terlarut dalam air. Suhu mempengaruhi laju respirasi ikan dan kadar oksigen dalam air. Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan.





LAMPIRAN II



http://kuspointer.com

0 comments:

Post a Comment