Friday, 19 September 2014
Langkahku malas sampai tercium aroma gado-gado, entah pencampuran aroma apa yang terhirup. Kepulan asap terlihat dari atas sebuah benda yang terbuat dari tanah, dupa ternyata. Aroma yang tercium ternyata adalah perpaduan antara aroma sederetan gorengan dan aroma dari kulit langsat yang di bakar oleh seorang pria tua berkopiah nasional.
"Cepatmi cuci mukamu, kita haroa mi ini"
Sebuah perintah dari kakak tertuaku dengan bahasa berdialek khas Buton.
Baru sadar, ternyata hari ini adalah schedulenya haroa maludhu.
Tudung saji berbungkus mukena putih diletakkan ditengah-tengah konferensi duduk bundar keluarga kami yang dipandu oleh seorang pria tua yang terkenal dengan sebutan lebe. Yah, itulah sebutan untuk pemuka agama, yang biasa memimpin sebuah ritual adat didaerah kami.
Dalam ritual haroa, tudung saji yang diletakkan di tengah-tengah majelis berisi sederetan kuliner khas adat Buton, seperti onde-onde, sanggara (pisang goreng), cucuru (cucur), bharuasa (kue beras), bholu (bolu), kaowi-owi (ubi goreng) dan pelengkap yang lainnya. Dengan sepiring nasi minyak bertutup telur ditengah talang dalam tudung saji tersebut.
Kata ibu, semua sajian ini memiliki makna tersendiri.
Tradisi haroa diawali dengan pembacaan ayat-ayat khusus oleh sang lebe, dan diakhiri dengan santap bersama. Disinilah makna haroa sesungguhnya, yakni menjalin hubungan sosial diantara manusia, karena tradisi ini biasanya menghadirkan seluruh anggota keluarga dan beberapa tetangga.
Setelah ritual ini berakhir, saya coba menghampiri sang lebe yang sedang asik bermain dengan amplop kecil pemberian tuan rumah. Pertanyaan saya seputar makna haroa yang lain. Beliau menjawab bahwa haroa bukan sekedar menjalin silaturahmi antara keluarga dan tetangga, namun dengan keluarga yang telah ditinggalkan dan maha pencipta.
Mendengar wangsit sang lebe, saya bertekad untuk melestarikan tradisi ini hingga berkeluarga dan seterusnya InsyaAllah.
Tradisi adat haroa diadakan tiap tahun dengan beberapa penanggalan atau waktu-waktu tertentu tergantung yang telah ditetapkan oleh adat. Saya coba bertanya kembali kepada sang lebe,
kapan saja haroa diadakan?
Berikut pemaparannya
Pekandeana anana maelu
Haroa ini
diadakan setiap tanggal 10 Muharram. Tanggal 10 Muharram dirayakan oleh para
sufi dengan tersedu-sedu. Pada hari ini, cucu Rasulullah, Hussein bin Ali,
dibantai bersama seluruh keluarga dan pengikutnya. Makanya, di kalangan
penganut ahlul bayt, tanggal 10 Muharram senantiasa dirayakan agar
menjadi pelajaran bagi generasi penerus.
Ketika Hussein
wafat, maka putranya Imam Ali Zainal Abidin (atau dalam sejarah dikenal sebagai
Imam Sajjad karena saking seringnya bersujud) menjadi yatim. Dalam bahasa
Buton, yatim disebut maelu. Demi memberi kekuatan bagi Imam Ali Zainal Abdiin
agar tegar dalam meneruskan amanah Rasululah untuk menegakkan agama Islam,
orang-orang Buton mengadakan haroa pekandeana anana maelu (makan-makannya anak
yatim).
Pelaksanaannya
adalah dengan cara memanggil dua orang anak yatim berusia 4 sampai 7 tahun
(sesuai umur Imam Ali). Kemudian dari kalangan keluarga yang melakukan upacara,
secara bergiliran ikut menyuapi dua anak tersebut. Sesudahnya, mereka diberi
uang sekedarnya. Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam. Saya
meyakini tradisi ini menunjukkan kuatnya tradisi sufistik di masyarakat Buton sejak
masa silam.
Haroana Maludu
Haroa yang
dilakukan pada bulan Rabiul Awal untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.
Lahirnya Muhammad adalah berita gembira yang menjadi berkah bagi semesta.
Muhammad adalah representasi dari sosok yang membawa jalan terang bagi manusia.
Untuk itu, kelahirannya dirayakan dengan haroa dan membaca doa syukur
bersama-sama. Menurut adat Buton, haroa tersebut dibuka oleh sultan pada malam
12 hari bulan. Kemudian untuk kalangan masyarakat biasa memilih salah satu
waktu antara 13 hari bulan sampai 29 hari bulan Rabiul Awal. Setelah itu
ditutup oleh Haroana Hukumu pada 30 hari bulan Rabul Awal.
Masyarakat
menjalankannya setiap tahun dengan membaca riwayat Nabi Muhammad. Kadangkala
selesai haroa, dilanjutkan dengan lagu-lagu Maludu sampai selesai, yang
biasanya dinyanyikan dari waktu malam sampai siang hari.
Haroana Rajabu
Haroa ini
dilakukan untuk memperingati para syuhada yang gugur di medan perang dalam
memperjuangkan Islam bersama-sama Nabi Muhammad SAW. Haroana Rajabu dilakukan
pada hari Jumat pertama di bulan Rajab dengan melakukan tahlilan serta berdoa
semoga para syuhada tersebut diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah.
Malona Bangua
Haroa ini
dilaksanakan pada hari pertama Ramadhan. Pada masa silam, hari pertama Ramadhan
dimeriahkan dengan dentuman meriam. Kini, dentuman meriam itu sudah tidak
terdengar. Masyarakat merayakannya dengan doa bersama di rumah serta membakar
lilin di kuburan pada malam hari.
Qunua
Upacara yang
berkaitan dengan Nuzulul Qur’an (Qunut). Upacara ini biasanya dilaksanakan pada
pertengahan bulan suci Ramadhan atau pada 15 malam puasa. Dulunya, masyarakat
memeriahkannya dengan membawa makanan ke masjid keraton dan dimakan secara
bersama-sama menjelang waktu sahur. Qunua dilakukan usai salat tarwih dan
dirangkaian dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid.
Kadhiri
Demikian sedikit pemaparan tentang time schedule haroa, dan seluk beluknya.
Masih banyak ritual adat yang syarat makna di Buton, seperti dhole-dhole, dan yang lainnya. Insya Allah akan di bahas pada postingan selanjutnya.
Baca Juga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Peduli Syam
Kunjungi Ane di Facebook
Popular Posts
Blog Archive
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment