Wednesday, 17 September 2014
On 07:26 by Unknown in Cerpen No comments
Bangunan putih berkubah itu pun mulai nampak,
nampak dari depan berlalu dan masuk beberapa manusia beruban dan anak kecil
sambil menyandang sajadah. “Assalamu ‘alaikum” tuapa leleta mancuana?” sapanya
kepada seorang pemuda berusia setengah abad, “malape ana” sahut orang tua itu
sambil tersenyum. Mereka berduapun merongrong masuk dan mengatur shaff untuk
bersiap melaksanakan shalat.
Seusai magrib, lelaki itu berinisiatif untuk
duduk menunggu waktu isya sambil membaca Qur’an. Sampai kumandang azan isya pun
merdu terdengar.
Sentakkan kaki para jama’ah masjid mulai ramai
didepan bangunan putih itu untuk kembali melakukan aktivitas keduniaannya.
“Porikana laidha..” sapa teman sejawatnya, “ok
laidha” sahutnya. Langkah pun mulai diayuhkannya diatas alas kaki kumal itu.
Sambil berjalan, seribu satu pertanyaan muncul
di benaknya. Ia masih bertanya-tanya mengapa hal di siang tadi bisa terjadi.
Apakah memang takdir atau memang azab kepadanya.
Ingatannya mulai terarahkan pada wanita paruh
baya itu. Disiang bolong itu, mentari menyiramnya dengan sinarnya yang tidak
dingin, yang membuatnya kegerahan dan harus singgah disebuah warung es. Kursi
di pojok itu dipilihnya karena langsung terhubung dengan dunia luar dimana
angin berhembus cetar membahana.
“mbak, es telernya satu” ucapnya kepada sang
empunya warung. Sembari menunggu karena antrian pesanan es juga panjang,
pikirannya tertuju pada masalah di sekolah tadi.
***
Bel tanda istirahat berbunyi, Ali sang guru
fisika mengucapkan selamat beristrahat untuk laskar abu-abu itu. Langkahnya
kemudian mengarah ke terminal guru dengan gontai dan gempal.
Plakkkkkkkkkkkk,,,,,,,
seperti guntur yang menyambar disiang bolong,
tamparan mendarat di pipi magangnya oleh seorang ibu. “Dasar guru cabul, sini
ko tanggung jawab terhadap anakku” ucap ibu paruh baya itu sambil menangis
terbelalak.
Sontak suasana sekolah sekitar ruang guru jadi
sunyi, semua orang terarahkan perhatiannya pada Ali dan ibu muda itu. “maaf bu,
apa maksud ibu?’ bela Ali,
“tak usah banyak alasan” 2 orang polisi
bertubuh kekar menggandengannya dengan kasar.
“ada apa ini? Tak seharusnya kalian bertingkah
ditengah wilayah pendidikan seperti ini” tangga sang kepala sekolah yang
langsung menuju pusat keributan. Kepala sekolah malakukan pembelaan kepada sang
guru karena Ali adalah guru teladan disekolah ini.
“Nanti kita berdiskusi di kantor” ujar salah
seorang polisi. “bapak tidak tahu apa-apa, lebih baik bapak diam saja” poting
ibu paruh baya tadi.
“anda sedang berada dalam sistem kami, dan ada
peraturan dan landasan hukum jika anda berani berbuat demikian” lontar sang
kepala sekolah kepada sang polisi.
Wajah Ali kelihatan pucat pasi, tertegun dan
terjerembab, entah mimpi apa ia semalam. Ayunan tangan polisi itu seakan
mengikat tangannya dengan sangat erat.
Sejam kemudian kasus yang menimpa Ali
terpecahkan, ternyata ia hanya difitnah oleh salah seorang siswinya yang sejak
awal membencinya karena satu dan lain hal.
***
“Mas, ini esnya” suara wanita paruh baya tadi
memecah suasana khayalan Ali. “oh iya mbak, makasih”. Selepas melepaskan
dahaganya,
Bersambung
. . . .
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Peduli Syam
Kunjungi Ane di Facebook
Popular Posts
Blog Archive
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment