Monday, 3 June 2013
A.
SIFAT HAKEKAT
MANUSIA
Sifat hakikat
manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal ini
menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktek
melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan
pendidikan itu sendiri sifatnya filosofis normatif. Sifat hakekat manusia
diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil yang
membedakan manusia dari hewan.
Wujud sifat hakikat
manusia dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan
dalam membenahi konsep pendidikan, yakni:
a.
Kemampuan menyadari diri, yaitu kemampuan untuk membuat
jarak (distansi) diri dengan akunya sendiri. Aku seolah-olah keluar dari
dirinya dengan berperan sebagai subjek kemudian memandang dirinya sendiri dengan
berperan sebagai objek untuk melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki serta
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya.
b.
Kemampuan bereksistensi, yaitu dengan keluar dari dirinya,
dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya sebagai objek, lalu melihat
objek itu sebagai sesuatu, berarti manusia itu dapat menembus atau menerobos
dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini
bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu.
c.
Pemilikan kata hati, Adalah kemampuan manusia dalam membuat
keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia sebagai
manusia. Dalam kaitan dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan “petunjuk
bagi moral perbuatan”.
d.
Moral, adalah perbuatan yang merupalkan realisasi dari kata
hati. Moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu yang benar-benar
baik bagi manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang
tinggi (luhur).
e.
Kemampuan bertanggung jawab, adalah keberanian untuk
menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan
bahwa hanya karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun
yang dituntutkan (oleh kata hati, oleh masyarakat, oleh norma-norma agama),
diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
f.
Rasa kebebasan (kemerdekaan), adalah rasa bebas yang sesuai
dengan tuntutan kodrat manusia, yakni bebas sepanjang tidak bertentangan dengan
tuntutan kodrat manusia. Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral.
Seseorang mengalami rasa merdeka apabila segenap perbuatannya (moralnya) sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya, yaitu kata hati yang sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia.
g.
Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak, kewajiban
dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia
sebagai makhluk sosial. Yang satu ada hanya oleh karena adanya yang lain, yakni
tak ada hak tanpa kewajiban. Sebaliknya kewajiban ada oleh karena ada pihak
yang lain yang harus dipenuhi haknya. Kemampuan menghayati kewajiban sebagai
keniscayaan tidaklah lahir dengan sendirinya, tetapi bertumbuh melalui suatu
proses.
h.
Kemampuan menghayati kebahagiaan, adalah suatu istilah yang
lahir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan tidak terletak pada keadaannya
sendiri secara faktual (lulus sebagai sarjana, mendapat pekerjaan dan
seterusnya) ataupun pada rangkaian prosesnya maupun pada perasaan yang
diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan
keheningan jiwa serta mendudukkan hal-hal tersebut didalam rangkaian atau
ikatan tiga hal yaitu: usaha, norma-norma, hasil dan takdir.
B. DIMENSI-DIMENSI
HAKIKAT MANUSIA SERTA POTENSI, KEUNIKAN, DAN DINAMIKANYA
1. Dimensi
keindividualan. Lysen: individu sebagai “orang-seorang”, Sesuatu yang merupakan
suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi. Selanjutnya individu diartikan
sebagai pribadi. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan
ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat
ini secara potensial telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan
melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan.
2. Dimensi kesosialan. M.J Langeveld: setiap
bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi
yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Seseorang
dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi
dengan sesamanya.
3. Dimensi kesusilaan. Kesusilaan diartikan
mencakup etika dan etiket. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan
nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah
makhluk susila. Drijarkara: manusia susila adalah manusia yang memiliki
nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
4. Dimensi keberagamaan. Pada hakikatnya manusia
adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala sebelum manusia mengenal agama,
mereka telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan
alat indranya serta diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai
hidup dan alam semesta ini. Kemudian setelah ada agama maka manusia mulai
menganutnya yang merupakan kebutuhan karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang.
C. PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA
1. Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan
perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
a. Dari wujud
dimensinya, pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan
keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan
baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Dalam hal ini
pengembangan dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang
disebut terdahulu.
b. Dari arah pengembangan, pengembangan dimensi
hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi
hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras.
Perkembangan dimaksud mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan
keseimbangan) dan yang bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian martabat
manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh.
2. Pengembangan yang
tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh
terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi didalam proses pengembangan jika
ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani. Yang
berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap (goyah). Pengembangan
semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
D. SOSOK MANUSIA
INDONESIA SEUTUHNYA
Dalam GBHN,
pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat manusia. Hal ini berarti bahwa
pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan,
sandang, perumahan, kesehatan, ataupun kepuasan batiniah seperti pendidikan,
rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, atau rasa keadilan,
melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya (lahiriah
& bathiniah) sekaligus bathiniah.
SOAL
1. Yang
merupakan contoh perbedaan gradual antara manusia dan hewan adalah?
a. manusia
memiliki akal pikiran, sedangkan anjing tidak,
b. dengan
kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan dapat dijadikan manusia,
c. untuk
berjalan, kerbau menggunakan empat kakinya, sedangkan manusia hanya memiliki
dan menggunakan dua kaki,
d. saat
melakukan suatu kesalahan, manusia akan merasa bersalah, sedangkan hal tersebut
tidak terjadi pada hewan.
e. Untuk
melangsungkan perkawinan, manusia meggunakan prosesi pernikahan, yang tidak
pernah dijumpai pada hewan.
JAWAB: B
2. Yang
merupakan pengertian dari etika adalah .
. .?
a. indikator
sifat yang tidak hanya berkaitan dengan perbuatan yang baik/benar, tetapi juga
salah/buruk,
b. indicator
sifat yang berhubungan dengan soal sopan santun,
c. sifat
menjaga perbuatan agar sesuai dengan norma-norma,
d. sifat
dalam diri manusia agar menjaga tata krama.
e. Implementasi
dari adanya moral yang baik.
JAWAB : A
3. Kebahagiaan tidak
terletak pada keadaannya sendiri secara faktual (lulus sebagai sarjana,
mendapat pekerjaan dan seterusnya) ataupun pada rangkaian prosesnya maupun pada
perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada . . .
a.
Seberapa besar keberhasilan tersebut disyukuri sehingga akan
tumbuh keikhlasan dalam diri yang merupakan pertanda adanya rasa percaya diri,
b.
Keikhlasan menerima semua tantangan yang pernah dialami, dan
menyerahkannya penuh kepada hati agar tercipta sifat Qana’ah,
c.
Kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa
serta mendudukkan hal-hal tersebut didalam rangkaian atau ikatan tiga hal
yaitu: usaha, norma-norma, hasil dan takdir,
d.
Kemampuan meyakini bahwa segala sesuatu itu merupakan
ketentuan dari Tuhan, sehingga keadaan itu akan memberikan rasa puas dan
kesyukuran pada hati,
e.
Keseimbangan antara syukur dan ikhlas yang menempatkannya
sebagai puncak kebahagiaan
JAWAB: C
4.
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia
ditentukan oleh dua faktor, yaitu...
a.
Kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara
potensial dan proses perkembangannya secara hakiki,
b.
Mutu pendidikan yang berpangkal pada dimensi hakikat manusia
dan pola perlakuannya,
c.
Kemapanan pendidikan secara potensial dan kualitas
pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya,
d.
Keutuhan dimensi hakikat manusia dan arah perkembangannya,
e.
Kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara
potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan
atas perkembangannya.
JAWAB: E
5.
Berikut ini merupakan sosok manusia Indonesia seutuhnya yang
dimaksud dalam GBHN adalah . . .
a.
Manusia yang bertanggung jawab
b.
Manusia yang telah memperoleh pendidikan
c.
Manusia yang berjiwa sosial
d.
Manusia yang aspek lahiriah dan bathiniahnya seimbang
e.
Manusia yang telah memperoleh rasa keadilan
JAWAB: D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Search
Peduli Syam
Kunjungi Ane di Facebook
Popular Posts
Blog Archive
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment